terlalu mencintai kopi..satu cangkir..dua cangkir...tiga cangkir..stop!

Monday, July 31, 2006

Untuk Kebaikan

Waktu kecil bagaimanapun bentuknya, kita pernah diajarkan sopan satun, diajarkan bagaimana bertatakrama dengan baik, diajarkan menjadi manusia yang baik. Layaknya seperti kita saat ini, ketika kita dewasa... seburuk-buruknya hal yang pernah kita lakukan, secara naluriah kita berharap anak-anak kita, ponakan, atau anak-anak para sahabat kita kelak tumbuh menjadi seseorang yang berharga, penuh percaya diri dan memiliki penghargaan yang besar pada dirinya sendiri. Secara naluriah semua manusia tahu apa itu kebaikan, secara naluriah semua manusia punya pengharapan besar untuk menjadi jauh lebih baik. Apapun kepercayaan dan agama yang diajarkan pada kita..tetap saja kita akan selalu memilih kebaikan sampai akhir hidup kita. Yang percaya adanya surga berharap kelak bisa masuk surga, yang percaya nirwana berharap kelak ada disana, bahkan yang tidak percaya adanya Tuhan pun..tetap berharap kebaikan bisa menyertai hidup mereka dengan berusaha mencari-cari petunjuk lewat apapun tandanya.

Harapan yang besar pada kebaikan itu yang sering kali membuat manusia menghakimi dirinya sendiri dan orang lain. Naluri menuju kebaikan itu yang membuat kita khawatir akan kesalahan dan keburukan..kita diberi naluri untuk merenovasi yang buruk menjadi sebuah kebaikan..sayangnya kita kadang lupa apa ukuran kebaikan itu. Naluri menuju kebaikan dan ketakutan terhadap kesalahan ini membuat kita kadang tanpa disadari menjadi sinis dalam memandang sesuatu, membuat kita lagi-lagi blunder menggambil tindakan, membuat kita menempatkan perbedaan menjadi masalah besar dalam kehidupan. Tiba-tiba kita berpikir orang lain yang berbeda warna dengan kita telah salah jalan, tapi kita tidak tahu bagaimana caranya membuat mereka sewarna dengan kita..kita sadar kita tidak mampu merenovasi mereka menjadi sewarna dengan kita, diantara perasaan putus asa akhirnya kita mengucilkan mereka. Tiba-tiba kita berpikir bahwa orang lain yang tidak seagama dengan kita telah menjauhi kebaikan..naluri kebaikan mendorong kita untuk merenovasi mereka, tapi sayang semua orang merasa apa yang mereka anut adalah kebaikan yang mereka percaya, kembali kita putus asa karena merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Dan akhirnya kita hanya bisa menilai bahwa mereka tidak seperti kita, mereka berbeda dengan kita mereka adalah orang-orang yang tidak beruntung, mereka sedang menghancurkan diri mereka sendiri..mereka tidak memilih kebaikan seperti kita dan mereka dapat memberi pengaruh buruk pada keturunan-keturunan kita kelak..selanjutnya dengan dipenuhi rasa kekhawatiran yang besar kita mencari teman yang sepikiran dan sepaham dengan kita..untuk menghalangi pengaruh buruk dari orang lain yang berbeda dengan kita..kita membangun batas pemisah yang besar dan kita mengajarkan keturunan-keturunan kita meneruskan jurang itu, agar lebih mudah kita menggunakan cara-cara ekstrim untuk menyakinkan anak-anak kita agar mau percaya. Dan sebelum kita menyadari kita sudah terlanjur menanamkan kebencian..menanamkan bibit peperangan dan kehancuran pada anak cucu kita..yang kita atas namakan "untuk kebaikan".

Friday, July 21, 2006

Pintu seribu rasa (dimensi lain..tempat menjual jiwa)

cahaya..pasir..lentera..warna

hanya sebuah pintu..
yang akan terbuka..untuk kemudian tertutup selamanya..
selamanya..???
dimensi jingga..dengan lorong yang telah diingkari..
diingkari untuk ada..untuk pernah ada...
ingkar yang berhasil berbohong..membohongi kemurnian
murni yang lahir dari nurani..
nurani yang mencipta keutuhan
utuh yang terpecah paksa...
paksakan asa yang tengah bercerita..cerita yang dikubur
dikubur dalam ketakutan..takut yang telah menutup kejujuran..
kejujuran yang telah menyembunyikan kepingannya
kepingan yang keluar..keluar dari pintunya..
pintu seribu rasa..